Asosiasi Logistik: Monopoli Pelabuhan Ciptakan Biaya Tak Efisien

Posted by Juhur Jurkanaen Jumat, 17 Mei 2013 0 komentar
Pelabuhan Tanjung Priok.
Ketua Asosiasi Logistik Indonesia, Zaldy Masita, menilai bahwa monopoli pelabuhan yang dilakukan oleh PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II membuat kondisi pelabuhan dan biaya logistik tidak akan efisien.

Zaldy dalam keterangan tertulisnya, Jumat 17 Mei 2013, menjelaskan sepak terjang Pelindo II yang ingin mengembangkan pelabuhan-pelabuhan utama dan pendukung akan melanggar UU Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran dan Perpres 26 tahun 2012 tentang Cetak Biru Sistem Logistik Nasional.

"Kewenangan Pelindo harus didudukkan sesuai dengan UU no 17/2008, di mana otoritas pelabuhan yang mempunyai kewenangan untuk menentukan dan mengembangkan pelabuhan-pelabuhan di seluruh Indonesia dan Pelindo hanya sebagai salah satu operator pelabuhan kalau memenangkan tender untuk port operator," katanya.

Ia menjelaskan bahwa saat ini, Pelindo mengambil inisiatif yang sangat jauh seperti melakukan kajian awal, studi kelayakan, dan investasi awal untuk mengembangkan pelabuhan. Kemudian, Pelindo berpotensi meminta konsesi jangka panjang dari pemerintah untuk mengelola pelabuhan tersebut karena sudah mengeluarkan biaya awal.

"Tindakan Pelindo seperti ini sangat bertentangan dengan UU 17/2008, di mana otoritas pelabuhan yang memiliki wewenang untuk pengembangan pelabuhan dan melakukan tender untuk pembangunan pelabuhan dan pengelolaan terminal, di mana Pelindo dan perusahaan swasta lainnya bisa berpartisipasi," katanya.

Selama ini, kata Zaldy, Pelindo sudah memonopoli semua pelabuhan di Indonesia di mana biaya sangat mahal tapi dengan pelayanan sangat rendah. "Kita membutuhkan perusahaan lain yang mengelola pelabuhan utama dan pendukung di Indonesia melalui mekanisme tender yang adil dan transparan," paparnya.

"Bila modus operandi Pelindo untuk meminta konsesi selalu dilakukan dan pemerintah dan Kemenhub tidak mengambil tindakan apa-apa, maka kondisi pelabuhan dan biaya logistik kita tidak akan efisien karena monopoli dari Pelindo," katanya.

Selain itu, ia menyayangkan langkah Pelindo II yang membayar Bank Dunia senilai US$2-3 juta untuk membuat studi infrastruktur dan mencari strategi menurunkan biaya logistik di pelabuhan Indonesia. Seharusnya, otoritas pelabuhanlah yang memberikan pendanaan, bukan Pelindo agar hasilnya bisa dipertanggungjawabkan secara objektif.

Proses Tender untuk pengelolaan dan pembangunan pelabuhan harus dilakukan dengan cepat dan transparansi agar pihak swasta bisa ikut serta. Kesalahan proses tender New Priok–Kalibaru jangan terulang lagi, karena memberikan sinyal negatif bagi dunia bisnis.

"Kecuali, memang Pelindo II ingin menguasai semuanya dari hulu ke hilir dengan membuka 22 anak perusahaan baru," katanya.

Sumber : bisnis.news.viva.co.id

0 komentar:

Posting Komentar

Total Tayangan Halaman